Bumi Cendekia Yogyakarta lahir dari impian komunitas Muslim di Yogyakarta untuk menghadirkan pendidikan terpadu yang mengintegrasikan kekuatan kurikulum modern dengan tradisi pesantren klasik. Gagasan ini merupakan kristalisasi cita-cita yang telah lama didambakan oleh para pendirinya, terutama melihat tantangan pendidikan Islam pada pertengahan 2010-an. Pada masa itu, dunia pendidikan Muslim kerap dihadapkan pada dikotomi antara modernitas dan tradisi – gagasan kemajuan ilmu pengetahuan sering dianggap berbenturan dengan tradisi klasik, sementara paham-paham keagamaan yang kaku masih dominan di beberapa lembaga. Para pendiri Bumi Cendekia yang berlatar belakang Nahdlatul Ulama (Aswaja) ingin menawarkan jalan tengah: model pendidikan moderat dan inklusif yang membumikan ilmu modern tanpa mengabaikan akar spiritual. Motivasi ini diwujudkan dengan mendirikan SMP dan Pesantren Bumi Cendekiapada tahun 2018 di Desa Tirtoadi, Sleman, Yogyakarta. Lembaga ini didirikan oleh komunitas Muslim penggerak pendidikan di bawah naungan Yayasan Bumi Aswaja Yogyakarta. Para pendirinya merupakan kumpulan lulusan pesantren-pesantren salaf di Indonesia serta alumni berbagai universitas mancanegara, yang berpengalaman sebagai aktivis sosial, profesional, dan akademisi.
Sejak awal berdirinya, Bumi Cendekia mengusung visi pendidikan berkarakter Islam rahmatan lil alamin yang moderat, toleran, seimbang, dan adil. Visi ini tercermin dalam upaya merawat tradisi pembelajaran klasik pesantren sekaligus mengadopsi kurikulum nasional dan metode pendidikan modern. Pada tahun ajaran 2019, lembaga ini mulai menerima angkatan santri pertama pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), di mana para siswa tinggal di asrama pesantren dan mengikuti pendidikan formal umum sekaligus pendidikan diniyah dalam satu atap. Sejak hari pertama, kurikulum Bumi Cendekia dirancang berbeda: kurikulum nasional dipadukan dengan pendidikan keagamaan ala pesantren, pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning), serta penerapan prinsip-prinsip Islam wasathiyah (moderat) dalam keseharian. Para santri dibimbing untuk menguasai ilmu pengetahuan umum tanpa melepaskan akar spiritual dan akhlak. Sebagai contoh, di samping mata pelajaran umum, santri Bumi Cendekia juga mempelajari kitab kuning (kitab klasik) seperti Kitab Alala dengan metode hafalan dan syair – tradisi ini dipertahankan karena diyakini melatih kedisiplinan, ketajaman memori, dan pembentukan karakter santri. Filosofi pendidikan yang menyeluruh ini dirangkum dalam semboyan sekolah sebagai “Pesantren Riset dan Jati Diri”, yang menekankan pentingnya riset ilmiah serta penanaman jati diri/karakter mulia pada setiap santri sejak dini.
Dari segi konteks sosial, pendirian Bumi Cendekia juga dipengaruhi oleh keprihatinan terhadap mutu dan orientasi pendidikan bagi generasi muda Muslim. Komunitas pendiri melihat perlunya generasi santri yang mampu berdialog dengan perkembangan zaman tanpa tercerabut dari tradisi. KH. M. Imam Aziz, salah satu tokoh penggagas dan Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Bumi Cendekia, pernah menegaskan bahwa pendidikan ideal tidak hanya menekankan pengetahuan akademis semata, tetapi harus menumbuhkan perilaku hidup yang istiqamah berlandaskan nilai-nilai agama. Bumi Cendekia hadir sebagai ikhtiar kolektif untuk menyiapkan generasi santri yang kelak dapat mengambil peran terdepan di berbagai sektor kehidupan, baik nasional maupun global, dengan membawa misi Islam rahmatan lil ‘alamin (menebar rahmat bagi semesta).
Memasuki tahun-tahun berikutnya, Bumi Cendekia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, baik dalam jumlah santri maupun inovasi program. Setelah sukses membangun jenjang SMP, beberapa tahun kemudian Bumi Cendekia memperluas layanannya dengan membuka jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai kelanjutan pendidikan santri. Dengan adanya SMA, visi pendidikan terpadu kian lengkap – para lulusan SMP dapat melanjutkan ke jenjang SMA di lingkungan pesantren yang sama, memastikan pembinaan berkesinambungan. Kurikulum di SMA Bumi Cendekia tetap konsisten dengan konsep integratif: mengombinasikan Kurikulum Nasional dengan elemen global dan keislaman. Dalam praktiknya, sekolah ini mengintegrasikan Kurikulum Nasional, STEAM, materi berstandar Cambridge (untuk Bahasa Inggris), kurikulum pesantren, serta program persiapan universitas dalam satu pendekatan holistik. Artinya, setiap santri mendapatkan fondasi akademik nasional yang kuat, dilengkapi kecakapan sains dan teknologi mutakhir (STEM), penguasaan bahasa asing (Arab dan Inggris), sekaligus pendalaman agama dan karakter. Model ini membekali para santri dengan kompetensi abad 21 tanpa melupakan identitas mereka. Penerapan English Time dan Arabic Time dalam keseharian, misalnya, menjadikan para santri terbiasa berbahasa asing. Bahkan, pihak pesantren kerap mengundang penutur asli atau tamu dari luar negeri untuk berbagi di kelas, sehingga santri terbiasa mendengar bahasa Inggris langsung dari penutur asing. Salah satu nilai utama yang ditanamkan adalah Global Citizen, yakni membentuk santri berwawasan mendunia yang terbuka dan peduli terhadap isu-isu global di sekitarnya. Nilai ini mendorong santri agar tidak berpikiran sempit; mereka diajak melihat diri mereka sebagai warga dunia yang bertanggung jawab, namun tetap berakar pada iman dan tradisi.
Seiring waktu, berbagai program unggulan pun diluncurkan untuk mendukung pengembangan potensi santri secara maksimal. Bumi Cendekia, misalnya, menerapkan program riset ilmiah sejak tingkat menengah. Setiap santri didorong melakukan proyek riset pribadi di bawah bimbingan mentor yang ahli, termasuk dosen universitas dan praktisi profesional di bidang terkait. Fasilitas laboratorium dan jejaring dengan kampus ternama dimanfaatkan agar santri merasakan pengalaman belajar layaknya peneliti. Selain itu, sekolah ini juga memiliki program live-in yang unik: setiap tahun para santri diajak tinggal dan belajar di luar kelas melalui pengalaman langsung di masyarakat. Pada tahun pertama, fokus live-in adalah konservasi lingkungan (misalnya merawat tanaman atau hewan langka); tahun kedua berorientasi pada profesi (santri tinggal bersama keluarga petani, perajin, atau profesi lain untuk memahami dunia kerja nyata); dan tahun ketiga diperluas menjadi perjalanan studi lintas budaya, baik di tingkat nasional maupun internasional. Puncaknya, pada tahun 2024 program Live In dilaksanakan di luar negeri – sebanyak 12 santri terpilih dikirim ke Jepang selama dua minggu untuk merasakan hidup bersama keluarga lokal. Mereka mengunjungi sekolah internasional di Tokyo, KBRI, hingga sebuah pesantren di Prefektur Ibaraki, sembari mempelajari bagaimana pendidikan dijalankan di negara minoritas Muslim serta belajar tentang pelestarian alam dan budaya setempat. Program internasional ini terwujud lewat kolaborasi Bumi Cendekia dengan berbagai mitra, seperti Great Indonesia dan NICE Japan, serta dukungan komunitas Muslim Indonesia di Jepang (PCINU). Pengalaman semacam ini membuktikan komitmen Bumi Cendekia dalam membuka wawasan global santrinya sekaligus memperkuat rasa percaya diri mereka berinteraksi di kancah internasional.
Di samping inovasi akademik, kehidupan pesantren di Bumi Cendekia juga terus berkembang seiring bertambahnya jumlah santri. Berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan pengembangan minat-bakat diperkenalkan untuk menyeimbangkan aspek intelektual, spiritual, dan keterampilan. Santri dapat mengikuti beragam klub, dari olahraga seperti softball, renang, bulu tangkis, beladiri, hingga klub seni, teater, debat, tahfidz, dan robotik. Kebebasan berkarya juga difasilitasi melalui program Freedom Friday, di mana setiap hari Jumat santri diberi waktu khusus mengembangkan hobi atau proyek pribadi – ada yang menulis buku, membuat karya seni digital, hingga mempersiapkan lomba debat. Lingkungan pesantren dibangun sedemikian rupa agar para santri tumbuh menjadi pribadi yang aktif, kreatif, namun tetap berlandaskan akhlak. Contohnya, Bumi Cendekia tidak melarang musik di pondok – bahkan pernah menyelenggarakan festival musik daerah secara virtual pada masa pandemi – sebagai upaya menanamkan apresiasi budaya lokal dan sikap terbuka, selama tetap dalam koridor nilai Islam. Aturan penggunaan gawai (HP/laptop) diterapkan secara terarah: santri diperbolehkan memanfaatkan teknologi untuk belajar dan berkarya, dengan pengawasan agar tetap produktif dan aman. Pola asuh kolaboratif antara pengasuh pesantren dan orang tua juga dikedepankan; melalui komunikasi rutin dan aplikasi monitoring (BCSmartApp), orang tua santri dilibatkan dalam memantau perkembangan akademik, kesehatan, hingga keseharian anaknya meski berada di pondok. Semua ini menunjukkan bahwa Bumi Cendekia berusaha menghadirkan lingkungan pesantren yang relevan dengan tantangan zaman, namun tidak kehilangan ruh kesederhanaan dan kebersamaannya.
Hingga sekarang, kurang lebih tujuh tahun sejak didirikan, SMA dan Pesantren Bumi Cendekia telah mengalami kemajuan pesat. Dari belasan siswa di tahun pertama, kini jumlah santri berkembang mencapai sekitar 250 siswa aktif dengan didampingi 50 tenaga pengajar. Lembaga ini juga telah meluluskan ratusan alumni (gabungan SMP dan SMA), yang beberapa di antaranya berhasil melanjutkan pendidikan ke berbagai perguruan tinggi favorit, baik di dalam negeri maupun luar negeri – sesuai dengan tujuan awal pendirian sekolah ini. Reputasi Bumi Cendekia sebagai model sekolah-pesantren modern semakin diakui, khususnya dalam mencetak lulusan berkarakter kuat dan berwawasan global. Para alumninya diharapkan mampu menjadi generasi muslim terpelajar yang dapat berkiprah di tengah masyarakat luas sebagai pembawa kemaslahatan, sejalan dengan spirit Islam rahmatan lil alamin. Dari sejarah perintisan hingga perkembangannya kini, Bumi Cendekia Yogyakarta telah membuktikan diri sebagai sebuah inovasi pendidikan yang menginspirasi – memadukan cahaya tradisi dan cahaya modernitas untuk melahirkan cendekiawan-cendekiawan muda yang berakar kuat dan berpikiran maju.